Geotextile Untuk Lereng
Peristiwa tanah longsor (landslides) atau dikenal sebagai gerakan
massa tanah (soil mass movement), batuan (rock) atau
kombinasinya, biasanya terjadi pada lereng-lereng alam (natural slopes)
maupun pada lereng buatan manusia (man made slopes). Fenomena ini
merupakan bencana alam yang memiliki frekuensi sangat tinggi pada akhir musim
penghujan sehingga peristiwa longsoran sering sekali dikaitkan dengan hujan.
Permasalahan longsoran khususnya longsoran yang terjadi pada jalan raya semakin
banyak dibicarakan.
Kabupaten Karo mempunyai bentang
morfologi berupa pegunungan berlereng terjal dan menggelombang memanjang arah
barat-timur merupakan daerah yang terbentuk dari batuan beku (igneous rock),
batuan endapan (sedimentary rock) hingga batuan malihan (metamorphic rock)
dengan struktur geologi yang berkembang berupa sesar dan lipatan yang sebagian
bersifat aktif.
Pada
ruas jalan Berastagi – Medan Kec. Berastagi adalah merupakan salah satu daerah
yang rawan longsor di Kab. Karo, banyak sekali ditemukan titik-titik longsoran
terutama setelah turun hujan. Banyak penanggulangan-penanggulangan yang sudah
dilakukan seperti pembuatan dinding penahan tanah, pembuatan bronjong,
perkuatan tanah dengan geotekstil tetapi hasilnya kurang efektif dan efisien.
Kegagalan-gegagalan tersebut disebabkan oleh adanya penanggulangan yang belum
tepat dan belum memadai.
Umumnya
pegunungan di kawasan Berastagi secara garis besar terletak di daerah dengan
kemiringan lereng > 40º, material atau batuan pembentuk lerengnya terdiri
dari tanah-tanah hasil pelapukan (residual soil) batuan granit dan endapan
colluvial merupakan massa tanah atau batuan yang rentan terhadap longsoran
terutama apabila kemiringan lapisan tanah atau batuan searah dengan kemiringan
lerang. Tanah-tanah hasil pelapukan batuan dan endapan colluvial biasanya
terdapat di daerah tropis atau daerah yang mengalami tingkat pelapukan yang
relatif tinggi dan umumnya bersifat lepas-lepas dan dapat menyimpan air.
Akibatnya kekuatan gesernya relatif lemah apalagi bila air yang dikandungnya
semakin jenuh. Dengan kondisi alam seperti ini meyebabkan daerah ini rentan
terhadap bencana tanah longsor.
Berdasarkan
penyebab-penyebab yang telah diuraikan di atas, maka masalah air menjadi
penyebab utama terjadinya longsoran pada perkuatan lereng di kawasan Berastagi.
Untuk itu langkah selanjutnya guna mencegah ancaman yang lebih besar lagi
adalah dengan metode geotextile. Metode geotextile merupakan perkuatan yang yang efisien untuk mengedalikan stabilitas
lereng yang beberapa penyebabnya disebabkan oleh air, perpindahan mata air,
curah hujan tinggi dan kondisi tanah yang kadar air tinggi.
METODE GEOTEXTILE
Geotekstil adalah
lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeable yang digunakan untuk
stabilisasi dan perbaikan tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik sipil.
Pemanfaatan geotekstil merupakan cara moderen dalam usaha untuk perkuatan tanah
lunak.
·
Beberapa fungsi dari
metode geotekstil yang secara umum diketahui di dunia kontruksi:
1. untuk perkuatan tanah lunak dan tanah yang mempunyai kadar air yang tinggi.
2. untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur rencana cukup lama dan mendukung beban yang besar seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.
3. sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan sebagai lapisan pelindung.
1. untuk perkuatan tanah lunak dan tanah yang mempunyai kadar air yang tinggi.
2. untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur rencana cukup lama dan mendukung beban yang besar seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.
3. sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan sebagai lapisan pelindung.
·
Geotextile
dapat digunakan sebagai perkuatan timbunan tanah pada kasus:
1. Timbunan tanah diatas tanah lunak
2. Timbunan diatas pondasi tiang
3. Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence.
1. Timbunan tanah diatas tanah lunak
2. Timbunan diatas pondasi tiang
3. Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence.
Metode Geotextile Wofen dan Non
Wofen
Geotextile meliputi woven (tenun) dan non woven (tanpa
tenun). Tenun dihasilkan dari ‘interlaying’ antara benang-benang melalui proses
tenun, sedangkan non woven dihasilkan dari beberapa proses seperti : heat
bonded (dengan panas), needle punched (dengan jarum), dan chemical bonded
(menggunakan bahan kimia). Baik woven maupun non woven dihasilkan dari benang
dan serat polimer terutama : polypropelene, poliester, polyethilene dan
polyamide. Sebenarnya geotekstil pada awalnya dibuat dari berbagai bahan
seperti serat-asli (kertas, filter, papan kayu, bambu) , misalnya penggunaan
jute untuk percepatan konsolidasi sebagi pengganti pasir sebagai bahan drainase
(vertical drain) yang banyak dilakukan di India atau dilakukan di Belanda
dengan menggunakan serat filter. Perkuatan tanah lunak juga menggunakan
papan-papan kayu atau anyaman bambu yang ditempatkan di atas di atas tanah
lunak (jaman Romawi kuno dan juga di Kalimantan Indonesia). Hanya bahan organik
tersebut mudah lapuk sehingga umur konstruksi tidak dapat lama kecuali bahan
dari bambu atau kayu yang apabila berada dalam air secara terus menerus akan
bersifat permanen.
Metode Geotextile Wofen
Penggunan Woven Geotextile akan memberikan hasil yang lebih
baik sebab arah gaya dapat disesuaikan dengan arah serat, sehingga deformasi
dapat dikontrol dengan baik.
Dalam
penggunaan geotekstil kita harus menetapkan perkuatan sebesar apa yang
dibutuhkan, berikut faktor-faktor yang harus diperhatikan;
1.
Jenis geotekstil yang akan digunakan
2.
Sifat hubungan dan regangan,hal ini diperlukan agar deformasi yang terjadi pada
konstruksi perkuatan kecil.
3.
Sifat pembebanan, Perkuatan di atas tanah lunak,beban timbunan yang lebih besar
akan memerlukan perkuatan dengan tensile strength yang lebih besar pula.
4.
Kondisi lingkungan, Perubahan cuaca, air laut, kondisi asam atau basa serta
mikroorganisme seperti bakteri akan mengurangi kekuatan geotextile.
5.
Bahan timbunan yang akan digunakan
Pemasangan
GoetextileGeotekstil pada jalan berfungsi sebagai lapis perkuatan sekaligus
sebagai lapis pemisah (separator) antara material timbunan dengan tanah dasar
sehingga konstruksi jalan menjadi stabil, tidak bergelombang dan rata pada
permukaannya.
Beberapa keuntungan
menggunakan geotekstil, diantaranya :
1.
Mencegah kontaminasi agregat subbase dan base oleh tanah dasar lunak dan
mendistribusikan beban lalulintas yang efektif melalui lapisan-lapisan
timbunan.
2.
Meniadakan kehilangan agregat timbunan ke dalam tanah dasar yang lunak dan
memperkecil biaya dan kebutuhan tambahan ‘lapisan agregat terbuang’.
3.
Mengurangi tebal galian stripping dan meminimalkan pekerjaan persiapan.
4.
Meningkatkan ketahanan agregat timbunan terhadap keruntuhan setempat pada
lokasi beban dengan memperkuat tanah
timbunan.
5.
Mengurangi penurunan dan deformasi yang tidak merata serta deformasi dari
struktur jadi.Selain itu, geotekstil juga mempunyai kelemahan, yaitu SINAR
ULTRAVIOLET, karena bahan geosintetik akan mengalami degradasi yang cepat
dibawah terik sinar matahari.
Metode/cara
Pemasangan Geotekstil;
1.
Geotextile harus digelar di atas tanah dalam keadaan terhampar tanpa gelombang
atau kerutan.
2.
Sambungan geotekstil tiap lembarannya dipasang overlapping terhadap lembaran berikutnya.
3.
Pada daerah pemasangan yang berbentuk kurva (misalnya tikungan jalan),
geotekstil dipasang mengikuti arah kurva.
4.
Jangan membuat overlapping atau jahitan pada daerah yang searah dengan beban
roda (beban lalu-lintas).
5.
Jika Geotextile dipasang untuk terkena langsung sinar matahari maka digunakan
geotekstil yang berwarna hitam.
·
Drainase Permukaan Membuat drainase
permukaan seperti parit terbuka, dapat mereduksi genangan air dan untuk
mengontrol aliran air permukaan dalam zona berpotensi longsor. Selokan terbuka
juga digunakan untuk memindahkan aliran air yang akan masuk ke dalam zona tanah
tidak stabil. Pembuatan selokan di zona tidak stabil harus hati-hati karena
dapat menambah parah zona tersebut.
·
Pengalihan Air Permukaan Aliran air
permukaan di zona longsor, dapat dialihkan dengan cara menggali parit di
sekitar Bangunan Perkuatan lereng.
Selain itu saluran drainase yang dasarnya dilindungi batu, geotekstil, dan
pipa-pipa drainase dapat digunakan untuk memotong aliran air bawah tanah,
sehingga tanah tidak mengalir ke zona yang tidak stabil.
·
Shotcrete.
Tujuan
pokok dari shotcrete atau penyemenan adalah untuk perlindungan lereng dari
infiltrasi air hujan yang masuk ke dalam tanah. Bahan yang digunakan adalah
sama dengan campuran beton, namun agregatnya tidak boleh lebih dari 3/8 inci.
Hal yang harus diperhatikan adalah memasang lubang-lubang drainase (pipa) di
dalam shotcrete.
Penyebab
Longsor pada Perkuatan Lereng biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yang
terjadi secara bersamaan. Adapun faktor-faktor penyebab longsoran yang sering
terjadi adalah :
1.
Bertambahnya beban pada lereng seperti
bangunan, beban dinamis yang disebabkan tiupan angin pada pohon-pohon dan
lain-lain
2.
Penggalian
atau pemotongan kaki lereng.
Longsoran akibat penggalian kaki lereng dapat mengurangi tekanan overburden, sehingga tanah atau batuan mengembang dan kuat gesernya turun.
Longsoran akibat penggalian kaki lereng dapat mengurangi tekanan overburden, sehingga tanah atau batuan mengembang dan kuat gesernya turun.
3. Penggalian
yang mempertajam kemiringan lereng. Banyak kejadian longsoran dipicu oleh
penggalian lerang untuk jalan raya, jalan rel dan pembangunan di atas lereng.
4.
Perubahan
posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada sungai, bendungan, dan lain-lain..
5.
Tekanan
lateral yang diakibatkan oleh air terutama air hujan.
Hujan pemicu
gerakan tanah adalah hujan yang mempunyai curah tertentu dan berlangsung selama
periode waktu tertentu, sehingga air yang jatuh akan berinfiltrasi ke dalam
tanah. Tipe hujan deras hanya akan efektif memicu longsoran pada lereng-lereng yang
tanahnya mudah menyerap air , seperti misalnya pada tanah lempung pasiran atau
tanah pasir yang besifat permeable.
6.
Penurunan tahanan geser tanah pembentuk
lereng akibat kenaikan kadar air, kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan
oleh genangan air di dalam tanah, tanah pada lereng mengandung lempung yang
mudah mengembang dan lain-lain.
7.
Getaran
atau gempa bumi. Getaran atau gempa bumi menyebabkan terjadinya liquefaction
pada pasir atau lanau longgar yang jenuh air.
·
Faktor - faktor Penyebab Longsoran
pada Lereng Jalan Raya
Lokasi-lokasi
yang rawan longsor pada jalan raya umumnya dipengaruhi oleh kondisi geometri
lokasi, pola drainase, dan kondisi geologi lokal atau kondisi tanah / batuan.
Berikut ini akan diuraikan hal - hal yang berkaitan dengan faktor-faktor
tersebut.
Ø Lereng
di sisi jalan.
Lereng
bekas galian badan jalan merupakan lokasi yang rawan longsor. Kaki lereng di
sepanjang galian sangat mudah tergerus air sehingga menghilangkan dukungan
tanah terhadap longsoran.
Ø Lereng
yang terjal.
Lereng
dengan kemiringan > 400 sangat rentan terhadap longsor.
Ø Buruknya
sistem drainase.
Tidak
berfungsinya drainase dengan baik akan memicu aliran air kemana-mana. Air akan
berusaha mencari tempat yang lebih rendah dan sebagian akan berinfiltarsi
kedalam tanah.
Ø Muka
air tanah memotong lereng.
Air
tanah yang memotong lereng akan menimbulkan munculnya mata air pada daerah ini.
Mata air ini diakibatkan oleh terakumulasinya air yang berinfiltrasi ke dalam
lereng yang akan melunakkan tanah atau batuan pembentuk lereng.
Salah satu faktor penyebab pergerakan
tanah/longsoran yang sering terjadi di ruas jalan berastagi – medan tersebut adalah akibat intensitas curah hujan
relatif tinggi dengan durasi yang lama yang menyebabkan perubahan atau
peningkatan kandungan air dalam tanah. Perubahan kandungan air juga dapat
memicu kembang susut tanah yang dapat menyebabkan keruntuhan lereng. Apabila
pergerakan tanah akibat perubahan volume ini terjadi pada tanah pembentuk
lereng, maka akan terjadi longsoran yang dapat mengakibatkan kerusakan yang
cukup berarti. Air hujan yang berinfiltrasi ke dalam tanah yang lolos air
(permeable) akan berakumulasi pada kaki lereng dan menyebabkan muka air tanah
naik, sehingga memperbesar tekanan hidrostatis pada lereng tersebut. Infiltrasi
air ke dalam tanah, menghilangkan tekanan air pori negatif dan menaikan tekanan
air pori positif yang mengurangi kuat geser tanah. Air hujan juga dapat
menyebabkan hilangnya ikatan tanah (soil suction).
Soil suction ini sangat tergantung dari
kadar air tanah. Adanya hujan akan menambah kandungan air dalam tanah dan
akhirnya menurunkan kekuatan tanah. Biasanya fenomena ini terjadi di akhir
musim penghujan yang merupakan fase yang paling kritis untuk tanah-tanah dengan
permeabilitas tinggi. Kenaikan kadar air ini juga dapat menambah beban tanah
yang harus ditahan oleh lereng pada bidang longsornya. Pada lereng-lereng yang
menunjukan gejala munculnya mata air rembesan di bagian kaki lereng setelah
terjadi hujan, merupakan suatu indikasi bahwa lereng ini tidak stabil dan akan
berpotensi longsor. Jenis dan komposisi tanah pembentuk lereng sangat
berpengaruh terhadap longsoran sehingga menimbulkan perubahan parameter tanah
dan tegangan air pori serta tekanan hidrostatis dalam tanah akan mengakibatkan
peningkatan tegangan geser tanah. Pada kasus longsoran di Berastagi, peristiwa
kelongsoran pada perkuatan lereng sering terjadi setiap musim hujan. Kontribusi
pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor disebabkan
oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri, erat kaitannya dengan
kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) dari tanah
pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran, misalnya adanya
lapisan tanah serpih (shale), tanah berbutir halus (loess), pasir lepas (loose
sand), dan bahan organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) sangat
berpengaruh terhadap gesekan (friction) yang terjadi dalam tanah, pelapisan
tanah, pengaruh gempa, geomorfologi (kemiringan lereng), iklim, terutama hujan
dengan intensitas tinggi atau sedang, dengan durasi yang lama di awal musim
hujan, atau menjelang akhir musim hujan, menimbulkan perubahan parameter tanah
yang berkaitan dengan pengurangan kuat gesernya. Pada batuan pengurangan kuat
geser dapat diakibatkan oleh adanya diskontinuitas, sifat kekakuan, arah
bedding, joint, orientasi lereng, derajat sementasi batuan misalnya
konglomerat, batuan pasir, breksi, dan lain - lain. Selain tekstur tanah,
pengaruh fisik dan kimia dapat mempengaruhi, terhadap pengurangan kuat geser.
Pengaruh fisik antara lain lemahnya retakan - retakan yang terjadi pada tanah
lempung, hancurnya batuan breksi (disintegrasi) akibat perubahan temperatur,
proses hidrasi terutama pada jenis tanah lempung berkaitan dengan meningkatnya
tekangan air pori, kondisi jenuh lapisan tanah berbutir halus. Pengaruh kimia
dapat diakibatkan oleh larutnya bahan semen dalam batuan pasir dan konglomerat.
Penyebab lain adalah
tidak berfungsinya sistem drainase yang berupa parit samping di sepanjang tepi
jalan karena tertutup oleh material dari atas lereng yang dibawa oleh air,
akibatnya air menggerus kaki lereng dan bangunan-bangunan penahan tanah.
Subdrain yang ada juga tidak efektif karena selain letaknya kurang dalam,
filternya tersumbat oleh material. Ditambah lagi dengan adanya aktivitas
penambangan material di kaki lereng yang memicu terjadinya longsoran.
Masyarakat disini memanfaatkan batuan-batuan yang ada di sekitar lereng untuk
bahan bangunan dan sebagian lagi dijual. Aktivitas ini jika terus dibiarkan,
akan sangat berbahaya terutama bagi keselamatan warga penambang, dan tentunya
akan memicu terjadinya longsoran yang lebih besar. Sebagian longsoran sudah
menutup badan jalan yang merupakan jalan alternatif ke Kota Medan dan jika
terus dibiarkan, akan memutus jalur transportasi yang dapat berdampak pada
masalah gangguan sosial dan ekonomi.
·
Penanggulangan Yang Sudah Dilakukan
Penanggulangan
yang sudah dilakukan adalah dengan membangun dinding penahan tanah, pembuatan
bronjong, pembuatan sistem drainase, pembuatan kolam olakan, pemasangan
geotekstil. Pembuatan bangunan-bangunan perkuatan ini tidak banyak membantu
mengatasi masalah longsoran, karena sering digerus oleh air hujan yang mengalir
disepanjang bahu jalan dan menggerus kaki lereng. Sistem drainase di sepanjang
badan jalan rata-rata tertutup oleh material-material yang berasal dari atas
lereng yang terbawa oleh aliran air. Sehingga air hujan dengan cepatnya
berinfiltrasi kedalam tanah. Pemasangan geotekstil disepanjang kaki lereng
tidak banyak membantu karena menurut pengamatan penulis, hampir semua
pemasangan geotekstil berada di atas bidang longsor (tidak menumpu pada tanah
keras). Hal ini bisa dilihat dari kondisi bantalan-bantalan yang sudah
mengalami pergeseran, penurunan dan tidak lagi beraturan meskipun umur
pelaksanaan baru mencapai satu tahun.Efektifitas bangunan dinding penahan tanah pada daerah galian lebih baik daripada
di daerah urugan, akibat gerusan air pada kaki dinding penahan menyebabkan
keruntuhan pada dinding. Penanganan lereng dengan kombinasi geotekstil dan
dinding penahan tanah untuk mencegah kelongsoran badan jalan.
Secara umum kelongsoran yang terjadi pada
ruas jalan Pada ruas jalan Berastagi – Medan Kec. Berastagi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah air
hujan yang berinfiltrasi ke dalam pori-pori tanah yang lolos air yang
melunakkan tanah sehingga tanah kehilangan kapasitas dukungnya, selain itu
buruknya sistem drainase permukaan yang menyebabkan erosi yang terus menerus menggerus kaki lereng.
Banyak saluran-saluran permukaan yang sudah tidak berfungsi lagi akibat
tertutupnya saluran oleh material yang terbawa oleh air hujan. Air hujan
berusaha mencari jalannya sendiri sehingga banyak yang terkonsentrasi dan
membentuk genangan-genangan di sepanjang permukaan bahu jalan. Sub drain yang
ada, tidak efektif karena letaknya kurang dalam dan filternya tersumbat
oleh material sehingga air terjebak dan terakumulasi dalam tanah.
Di sekitar kaki lereng banyak dijumpai mata air yang membawa
material-material halus. Penyebab lain adalah kondisi dinding penahan tanah,
bronjong yang sudah tidak berfungsi lagi
sebagai pendukung beban lateral dan sebagian besar dasarnya (fondasinya) hanya
menumpu di atas bidang longsor.
No comments:
Post a Comment