Sunday 4 December 2016

Metode Geotextile Lereng

Geotextile Untuk Lereng

Peristiwa tanah longsor (landslides) atau dikenal sebagai gerakan massa tanah (soil mass movement), batuan (rock) atau kombinasinya, biasanya terjadi pada lereng-lereng alam (natural slopes) maupun pada lereng buatan manusia (man made slopes). Fenomena ini merupakan bencana alam yang memiliki frekuensi sangat tinggi pada akhir musim penghujan sehingga peristiwa longsoran sering sekali dikaitkan dengan hujan. Permasalahan longsoran khususnya longsoran yang terjadi pada jalan raya semakin banyak dibicarakan.
Kabupaten Karo mempunyai bentang morfologi berupa pegunungan berlereng terjal dan menggelombang memanjang arah barat-timur merupakan daerah yang terbentuk dari batuan beku (igneous rock), batuan endapan (sedimentary rock) hingga batuan malihan (metamorphic rock) dengan struktur geologi yang berkembang berupa sesar dan lipatan yang sebagian bersifat aktif.
Pada ruas jalan Berastagi – Medan Kec. Berastagi adalah merupakan salah satu daerah yang rawan longsor di Kab. Karo, banyak sekali ditemukan titik-titik longsoran terutama setelah turun hujan. Banyak penanggulangan-penanggulangan yang sudah dilakukan seperti pembuatan dinding penahan tanah, pembuatan bronjong, perkuatan tanah dengan geotekstil tetapi hasilnya kurang efektif dan efisien. Kegagalan-gegagalan tersebut disebabkan oleh adanya penanggulangan yang belum tepat dan belum memadai.
Umumnya pegunungan di kawasan Berastagi secara garis besar terletak di daerah dengan kemiringan lereng > 40º, material atau batuan pembentuk lerengnya terdiri dari tanah-tanah hasil pelapukan (residual soil) batuan granit dan endapan colluvial merupakan massa tanah atau batuan yang rentan terhadap longsoran terutama apabila kemiringan lapisan tanah atau batuan searah dengan kemiringan lerang. Tanah-tanah hasil pelapukan batuan dan endapan colluvial biasanya terdapat di daerah tropis atau daerah yang mengalami tingkat pelapukan yang relatif tinggi dan umumnya bersifat lepas-lepas dan dapat menyimpan air. Akibatnya kekuatan gesernya relatif lemah apalagi bila air yang dikandungnya semakin jenuh. Dengan kondisi alam seperti ini meyebabkan daerah ini rentan terhadap bencana tanah longsor. 
Berdasarkan penyebab-penyebab yang telah diuraikan di atas, maka masalah air menjadi penyebab utama terjadinya longsoran pada perkuatan lereng di kawasan Berastagi. Untuk itu langkah selanjutnya guna mencegah ancaman yang lebih besar lagi adalah dengan metode geotextile. Metode geotextile merupakan perkuatan yang  yang efisien untuk mengedalikan stabilitas lereng yang beberapa penyebabnya disebabkan oleh air, perpindahan mata air, curah hujan tinggi dan kondisi tanah yang kadar air tinggi.


METODE GEOTEXTILE

Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel, permeable yang digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik sipil. Pemanfaatan geotekstil merupakan cara moderen dalam usaha untuk perkuatan tanah lunak.

·         Beberapa fungsi dari metode geotekstil yang secara umum diketahui di dunia kontruksi:
1.  untuk perkuatan tanah lunak dan tanah yang mempunyai kadar air yang tinggi.
2. untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur rencana cukup lama dan mendukung beban yang besar seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.
3. sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan sebagai lapisan pelindung.
·         Geotextile dapat digunakan sebagai perkuatan timbunan tanah pada kasus:
1. Timbunan tanah diatas tanah lunak
2. Timbunan diatas pondasi tiang
3. Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence.

Metode Geotextile Wofen dan Non Wofen
Geotextile meliputi woven (tenun) dan non woven (tanpa tenun). Tenun dihasilkan dari ‘interlaying’ antara benang-benang melalui proses tenun, sedangkan non woven dihasilkan dari beberapa proses seperti : heat bonded (dengan panas), needle punched (dengan jarum), dan chemical bonded (menggunakan bahan kimia). Baik woven maupun non woven dihasilkan dari benang dan serat polimer terutama : polypropelene, poliester, polyethilene dan polyamide. Sebenarnya geotekstil pada awalnya dibuat dari berbagai bahan seperti serat-asli (kertas, filter, papan kayu, bambu) , misalnya penggunaan jute untuk percepatan konsolidasi sebagi pengganti pasir sebagai bahan drainase (vertical drain) yang banyak dilakukan di India atau dilakukan di Belanda dengan menggunakan serat filter. Perkuatan tanah lunak juga menggunakan papan-papan kayu atau anyaman bambu yang ditempatkan di atas di atas tanah lunak (jaman Romawi kuno dan juga di Kalimantan Indonesia). Hanya bahan organik tersebut mudah lapuk sehingga umur konstruksi tidak dapat lama kecuali bahan dari bambu atau kayu yang apabila berada dalam air secara terus menerus akan bersifat permanen.

Metode Geotextile Wofen

Penggunan Woven Geotextile akan memberikan hasil yang lebih baik sebab arah gaya dapat disesuaikan dengan arah serat, sehingga deformasi dapat dikontrol dengan baik.
Dalam penggunaan geotekstil kita harus menetapkan perkuatan sebesar apa yang dibutuhkan, berikut faktor-faktor yang harus diperhatikan;
1. Jenis geotekstil yang akan digunakan
2. Sifat hubungan dan regangan,hal ini diperlukan agar deformasi yang terjadi pada konstruksi perkuatan kecil.
3. Sifat pembebanan, Perkuatan di atas tanah lunak,beban timbunan yang lebih besar akan memerlukan perkuatan dengan tensile strength yang lebih besar pula.
4. Kondisi lingkungan, Perubahan cuaca, air laut, kondisi asam atau basa serta mikroorganisme seperti bakteri akan mengurangi kekuatan geotextile.
5. Bahan timbunan yang akan digunakan
Pemasangan GoetextileGeotekstil pada jalan berfungsi sebagai lapis perkuatan sekaligus sebagai lapis pemisah (separator) antara material timbunan dengan tanah dasar sehingga konstruksi jalan menjadi stabil, tidak bergelombang dan rata pada permukaannya.
Beberapa keuntungan menggunakan geotekstil, diantaranya :    
1. Mencegah kontaminasi agregat subbase dan base oleh tanah dasar lunak dan mendistribusikan beban lalulintas yang efektif melalui lapisan-lapisan timbunan.    
2. Meniadakan kehilangan agregat timbunan ke dalam tanah dasar yang lunak dan memperkecil biaya dan kebutuhan tambahan ‘lapisan agregat terbuang’.    
3. Mengurangi tebal galian stripping dan meminimalkan pekerjaan persiapan.    
4. Meningkatkan ketahanan agregat timbunan terhadap keruntuhan setempat pada lokasi beban dengan memperkuat tanah  timbunan.    
5. Mengurangi penurunan dan deformasi yang tidak merata serta deformasi dari struktur jadi.Selain itu, geotekstil juga mempunyai kelemahan, yaitu SINAR ULTRAVIOLET, karena bahan geosintetik akan mengalami degradasi yang cepat dibawah terik sinar matahari.

Metode/cara Pemasangan Geotekstil;    
1. Geotextile harus digelar di atas tanah dalam keadaan terhampar tanpa gelombang atau kerutan.    
2. Sambungan geotekstil tiap lembarannya dipasang overlapping terhadap lembaran berikutnya.    
3. Pada daerah pemasangan yang berbentuk kurva (misalnya tikungan jalan), geotekstil dipasang mengikuti arah kurva.    
4. Jangan membuat overlapping atau jahitan pada daerah yang searah dengan beban roda (beban lalu-lintas).    
5. Jika Geotextile dipasang untuk terkena langsung sinar matahari maka digunakan geotekstil yang berwarna hitam.

·         Drainase Permukaan Membuat drainase permukaan seperti parit terbuka, dapat mereduksi genangan air dan untuk mengontrol aliran air permukaan dalam zona berpotensi longsor. Selokan terbuka juga digunakan untuk memindahkan aliran air yang akan masuk ke dalam zona tanah tidak stabil. Pembuatan selokan di zona tidak stabil harus hati-hati karena dapat menambah parah zona tersebut.
·         Pengalihan Air Permukaan Aliran air permukaan di zona longsor, dapat dialihkan dengan cara menggali parit di sekitar Bangunan Perkuatan  lereng. Selain itu saluran drainase yang dasarnya dilindungi batu, geotekstil, dan pipa-pipa drainase dapat digunakan untuk memotong aliran air bawah tanah, sehingga tanah tidak mengalir ke zona yang tidak stabil.
·         Shotcrete.
Tujuan pokok dari shotcrete atau penyemenan adalah untuk perlindungan lereng dari infiltrasi air hujan yang masuk ke dalam tanah. Bahan yang digunakan adalah sama dengan campuran beton, namun agregatnya tidak boleh lebih dari 3/8 inci. Hal yang harus diperhatikan adalah memasang lubang-lubang drainase (pipa) di dalam shotcrete.

Penyebab Longsor pada Perkuatan Lereng biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi secara bersamaan. Adapun faktor-faktor penyebab longsoran yang sering terjadi adalah :
1.      Bertambahnya beban pada lereng seperti bangunan, beban dinamis yang disebabkan tiupan angin pada pohon-pohon dan lain-lain
2.      Penggalian atau pemotongan kaki lereng.
Longsoran akibat penggalian kaki lereng dapat mengurangi tekanan overburden, sehingga tanah atau batuan mengembang dan kuat gesernya turun.
 
3.  Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng. Banyak kejadian longsoran dipicu oleh penggalian lerang untuk jalan raya, jalan rel dan pembangunan di atas lereng.
4.      Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada sungai, bendungan, dan lain-lain..
5.      Tekanan lateral yang diakibatkan oleh air terutama air hujan.
Hujan pemicu gerakan tanah adalah hujan yang mempunyai curah tertentu dan berlangsung selama periode waktu tertentu, sehingga air yang jatuh akan berinfiltrasi ke dalam tanah. Tipe hujan deras hanya akan efektif memicu longsoran pada lereng-lereng yang tanahnya mudah menyerap air , seperti misalnya pada tanah lempung pasiran atau tanah pasir yang besifat permeable. 
6.      Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng akibat kenaikan kadar air, kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah, tanah pada lereng mengandung lempung yang mudah mengembang dan lain-lain.
7.      Getaran atau gempa bumi. Getaran atau gempa bumi menyebabkan terjadinya liquefaction pada pasir atau lanau longgar yang jenuh air.

·        Faktor - faktor Penyebab Longsoran pada Lereng Jalan Raya
Lokasi-lokasi yang rawan longsor pada jalan raya umumnya dipengaruhi oleh kondisi geometri lokasi, pola drainase, dan kondisi geologi lokal atau kondisi tanah / batuan. Berikut ini akan diuraikan hal - hal yang berkaitan dengan faktor-faktor tersebut.
Ø  Lereng di sisi jalan.
Lereng bekas galian badan jalan merupakan lokasi yang rawan longsor. Kaki lereng di sepanjang galian sangat mudah tergerus air sehingga menghilangkan dukungan tanah terhadap longsoran.

Ø  Lereng yang terjal.
Lereng dengan kemiringan > 400 sangat rentan terhadap longsor.

Ø  Buruknya sistem drainase.
Tidak berfungsinya drainase dengan baik akan memicu aliran air kemana-mana. Air akan berusaha mencari tempat yang lebih rendah dan sebagian akan berinfiltarsi kedalam tanah.

Ø  Muka air tanah memotong lereng.
Air tanah yang memotong lereng akan menimbulkan munculnya mata air pada daerah ini. Mata air ini diakibatkan oleh terakumulasinya air yang berinfiltrasi ke dalam lereng yang akan melunakkan tanah atau batuan pembentuk lereng.

 Salah satu faktor penyebab pergerakan tanah/longsoran yang sering terjadi di ruas jalan berastagi – medan  tersebut adalah akibat intensitas curah hujan relatif tinggi dengan durasi yang lama yang menyebabkan perubahan atau peningkatan kandungan air dalam tanah. Perubahan kandungan air juga dapat memicu kembang susut tanah yang dapat menyebabkan keruntuhan lereng. Apabila pergerakan tanah akibat perubahan volume ini terjadi pada tanah pembentuk lereng, maka akan terjadi longsoran yang dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup berarti. Air hujan yang berinfiltrasi ke dalam tanah yang lolos air (permeable) akan berakumulasi pada kaki lereng dan menyebabkan muka air tanah naik, sehingga memperbesar tekanan hidrostatis pada lereng tersebut. Infiltrasi air ke dalam tanah, menghilangkan tekanan air pori negatif dan menaikan tekanan air pori positif yang mengurangi kuat geser tanah. Air hujan juga dapat menyebabkan hilangnya ikatan tanah (soil suction).
Soil suction ini sangat tergantung dari kadar air tanah. Adanya hujan akan menambah kandungan air dalam tanah dan akhirnya menurunkan kekuatan tanah. Biasanya fenomena ini terjadi di akhir musim penghujan yang merupakan fase yang paling kritis untuk tanah-tanah dengan permeabilitas tinggi. Kenaikan kadar air ini juga dapat menambah beban tanah yang harus ditahan oleh lereng pada bidang longsornya. Pada lereng-lereng yang menunjukan gejala munculnya mata air rembesan di bagian kaki lereng setelah terjadi hujan, merupakan suatu indikasi bahwa lereng ini tidak stabil dan akan berpotensi longsor. Jenis dan komposisi tanah pembentuk lereng sangat berpengaruh terhadap longsoran sehingga menimbulkan perubahan parameter tanah dan tegangan air pori serta tekanan hidrostatis dalam tanah akan mengakibatkan peningkatan tegangan geser tanah. Pada kasus longsoran di Berastagi, peristiwa kelongsoran pada perkuatan lereng sering terjadi setiap musim hujan. Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri, erat kaitannya dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) dari tanah pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran, misalnya adanya lapisan tanah serpih (shale), tanah berbutir halus (loess), pasir lepas (loose sand), dan bahan organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) sangat berpengaruh terhadap gesekan (friction) yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi (kemiringan lereng), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang, dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan, menimbulkan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan kuat gesernya. Pada batuan pengurangan kuat geser dapat diakibatkan oleh adanya diskontinuitas, sifat kekakuan, arah bedding, joint, orientasi lereng, derajat sementasi batuan misalnya konglomerat, batuan pasir, breksi, dan lain - lain. Selain tekstur tanah, pengaruh fisik dan kimia dapat mempengaruhi, terhadap pengurangan kuat geser. Pengaruh fisik antara lain lemahnya retakan - retakan yang terjadi pada tanah lempung, hancurnya batuan breksi (disintegrasi) akibat perubahan temperatur, proses hidrasi terutama pada jenis tanah lempung berkaitan dengan meningkatnya tekangan air pori, kondisi jenuh lapisan tanah berbutir halus. Pengaruh kimia dapat diakibatkan oleh larutnya bahan semen dalam batuan pasir dan konglomerat.
Penyebab lain adalah tidak berfungsinya sistem drainase yang berupa parit samping di sepanjang tepi jalan karena tertutup oleh material dari atas lereng yang dibawa oleh air, akibatnya air menggerus kaki lereng dan bangunan-bangunan penahan tanah. Subdrain yang ada juga tidak efektif karena selain letaknya kurang dalam, filternya tersumbat oleh material. Ditambah lagi dengan adanya aktivitas penambangan material di kaki lereng yang memicu terjadinya longsoran. Masyarakat disini memanfaatkan batuan-batuan yang ada di sekitar lereng untuk bahan bangunan dan sebagian lagi dijual. Aktivitas ini jika terus dibiarkan, akan sangat berbahaya terutama bagi keselamatan warga penambang, dan tentunya akan memicu terjadinya longsoran yang lebih besar. Sebagian longsoran sudah menutup badan jalan yang merupakan jalan alternatif ke Kota Medan dan jika terus dibiarkan, akan memutus jalur transportasi yang dapat berdampak pada masalah gangguan sosial dan ekonomi.





·        Penanggulangan Yang  Sudah Dilakukan

Penanggulangan yang sudah dilakukan adalah dengan membangun dinding penahan tanah, pembuatan bronjong, pembuatan sistem drainase, pembuatan kolam olakan, pemasangan geotekstil. Pembuatan bangunan-bangunan perkuatan ini tidak banyak membantu mengatasi masalah longsoran, karena sering digerus oleh air hujan yang mengalir disepanjang bahu jalan dan menggerus kaki lereng. Sistem drainase di sepanjang badan jalan rata-rata tertutup oleh material-material yang berasal dari atas lereng yang terbawa oleh aliran air. Sehingga air hujan dengan cepatnya berinfiltrasi kedalam tanah. Pemasangan geotekstil disepanjang kaki lereng tidak banyak membantu karena menurut pengamatan penulis, hampir semua pemasangan geotekstil berada di atas bidang longsor (tidak menumpu pada tanah keras). Hal ini bisa dilihat dari kondisi bantalan-bantalan yang sudah mengalami pergeseran, penurunan dan tidak lagi beraturan meskipun umur pelaksanaan baru mencapai satu tahun.Efektifitas bangunan dinding penahan   tanah pada daerah galian lebih baik daripada di daerah urugan, akibat gerusan air pada kaki dinding penahan menyebabkan keruntuhan pada dinding. Penanganan lereng dengan kombinasi geotekstil dan dinding penahan tanah untuk mencegah kelongsoran badan jalan.
Secara umum kelongsoran yang terjadi pada ruas jalan Pada ruas jalan Berastagi – Medan Kec. Berastagi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah air hujan yang berinfiltrasi ke dalam pori-pori tanah yang lolos air yang melunakkan tanah sehingga tanah kehilangan kapasitas dukungnya, selain itu buruknya sistem drainase permukaan yang menyebabkan erosi yang  terus menerus menggerus kaki lereng.
Banyak saluran-saluran permukaan yang sudah tidak berfungsi lagi akibat tertutupnya saluran oleh material yang terbawa oleh air hujan. Air hujan berusaha mencari jalannya sendiri sehingga banyak yang terkonsentrasi dan membentuk genangan-genangan di sepanjang permukaan bahu jalan. Sub drain yang ada, tidak efektif karena letaknya kurang dalam dan filternya tersumbat oleh material sehingga air terjebak dan terakumulasi dalam tanah.
Di sekitar kaki lereng banyak dijumpai mata air yang membawa material-material halus. Penyebab lain adalah kondisi dinding penahan tanah, bronjong  yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pendukung beban lateral dan sebagian besar dasarnya (fondasinya) hanya menumpu di atas bidang longsor.

No comments:

Post a Comment